AIRSPACE REVIEW (AngkasaReview.com) – Apakah jet tempur generasi keempat akan menemukan akhir riwayatnya mulai tahun 2030? Bisa jadi ya atau tidak. Setidaknya kelompok jet combat proven ini masih bisa hidup lebih lama dari perkiraan saat ini.
Sejumlah negara maju kini “ramai-ramai” bersiap atau mulai mengganti armada penempur udara generasi keempat dengan generasi kelima yang lebih canggih dalam satu dekade ke depan.
Postulat ini dapat saja dibantah. Namun, melihat tren bahwa sejumlah negara maju juga kini telah menyiapkan pengembangan penempur generasi kelima, tak dapat dipungkiri bila mulai 2030 akan bermunculan penempur-penempur generasi baru dengan keunggulan sejumlah karakteristiknya. Salah satunya adalah sifat siluman yang “diagungkan”.
Penggunaan radar elektronik pemindai aktif (AESA), sistem jaringan data dan komunikasi terpadu, hingga penggunaan senjata jarak jauh, merupakan bagian yang dikembangkan dan diintegrasikan pada penempur generasi kelima.
Tak mau tertinggal, sejumlah kelompok jet tempur generasi keempat pun ikut menyesuaikan dengan cara di-upgrade sehingga memiliki perangkat-perangkat/sistem yang dapat membuat satu penempur lebih unggul dari penempur lainnya.
Di kelompok jet siluman, setelah F-22 dan F-35 dari Amerika Serikat, kini ada Su-57 dari Rusia dan J-20 dari China. Menyusul dalam waktu dekat adalah J-31 (FC-31) dari China yang sedang memperbaiki desain kontur maupun kapabilitasnya.
Korea Selatan dan Indonesia, di sisi yang lain tengah melaksanakan pengembangan KF-X/IF-X yang prototipenya dijadwalkan terbang mulai 2021 atau paling lambat pada 2023. Mulai 2025, pesawat seri produksi KF-X/IF-X dijadwalkan sudah mulai bisa diproduksi massal.
Memang, KF-X/IF-X dikatakan merupakan pesawat generasi 4.5 yang kemampuannya masih di bawah F-35. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pesawat ini akan ditingkatkan kemampuannya menjadi generasi kelima setelah sejumlah pesawat diproduksi dan digunakan dalam operasionalnya.
Turki, di ajang Paris Air Show 2019, dengan gagah memperkenalkan kemajuan industri mereka melalui Turkish Aerospace yang menampilkan mock-up Turkish Fighter (TF). Penempur ini sebagai perwujudan Program TF-X yang digadang akan menjadi penempur generasi kelima dari Ankara.
Bersamaan dengan itu, tiga negara Eropa Barat yaitu Perancis, Jerman, dan Spanyol dalam ajang yang sama, juga meluncurkan secara resmi Program Next Generation Fighter (NGF) yang bahkan diklaim sebagai jet tempur generasi keenam.
Intinya, NGF dibuat sebagai unsur utama kekuatan dari Future Air Combat Systems (FCAS) yang menggabungkan penempur berawak dengan penempur tak berawak (Remote Carriers/RC) dan sistem data-komunikasi berbasis satelit (Air Combat Cloud/ACC)
FCAS pada dasarnya merupakan satu kekuatan udara terpadu yang disiapkan sebagai sistem perang modern yang terintegrasi dan unggul. Sistem ini juga dikembangkan oleh Amerika Serikat yang kini membuat proyek “Loyal Wingman”, drone pendamping F-35.
Setahun sebelum ini, Inggris melalui BAE Systems dan sejumlah mitranya seperti Leonardo (Italia) maupun Rolls-Royce (Inggris) dan MBDA (Airbus, Leonardo, dan BAE Systems) juga telah mengumumkan program penempur generasi kelima mereka yang dinamai Tempest.
Proyek jet siluman Tempest yang digawangi BAE Systems diumumkan secara resmi oleh Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson di ajang Farnborough International Airshow (FIA) tahun lalu. Dalam acara itu, Williamson sekaligus membuka kain penutup mock-up Tempest yang direncanakan dapat beroperasi mulai tahun 2035.
Jepang, tak ketinggalan dengan proyek jet silumannya X-2 Shinshin yang telah mengudara. Bagaimanapun, untuk menyaingi China maupun Korea Selatan, Negeri Matahari Terbit butuh punya pesawat siluman produksi sendiri dan memperlihatkan kemajuan teknologinya.
Jepang melalui Mitshubishi Heavy Industries sepertinya akan belajar banyak dari pengalaman mereka melakukan perakitan akhir dan produksi F-35A bersama Amerika Serikat.
Kembali ke pertanyaan di awal, apakah penempur generasi keempat akan menemukan masa sunset-nya mulai 2030? Hanya waktu yang akan mengatakan sesungguhnya.
Menghadapi hal itu, beragam inovasi teknologi terbaru terus digali, termasuk teknologi bagaimana penempur generasi keempat dapat menghadapi jet-jet siluman yang sulit dideteksi oleh radar.
Salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem kontra-siluman. Ketika teknologi ini berhasil ditemukan, maka tidak menutup kemungkinan jet-jet siluman yang bermunculan nantinya itu tak akan terlalu dominan dibanding penempur-penempur generasi keempat.
Eurofighter, konsorsium Eropa produsen jet Typhoon, misalnya, kini tengah berupaya mengembangkan teknologi yang disebut “Digital Stealth”. Apa itu? Adalah teknologi pemrograman ulang perangkat lunak terbuka dari sistem peperangan elektronik (electronic warfare/EW) yang ada di Typhoon.
Sistem ini akan memberikan kemampuan bertahan yang lebih tinggi bagi Typhoon di era pertempuran modern menghadapi gempuran jet-jet tempur generasi kelima.
Sistem EW yang sedang dikembangkan oleh Praetorian Defensive Aids Sub-Systems (DASS) dari Leonardo ini, akan menggabungkan sistem kontra perang elektronik (ECM) baik yang ada di pesawat maupun di luar pesawat.
Sistem ini juga akan dipadukan dengan perangkat pengumpan radar musuh BriteCloud yang sekaligus akan mengacaukan arah sasaran rudal musuh. BriteCloud mengeluarkan gelombang elektronik sehingga rudal akan mengarah kepadanya.
Praetorian DASS secara lengkap mengintegrasikan sistem peringatan laser (laser warners), flare launchers (IR decoys), chaff dispensers, missile warners, wingtip pods for ESCM, dan towed decoy (BriteCloud).
Pada saat Typhoon terkena kuncian atau di-locked oleh radar musuh, pilot Typhoon akan melepaskan BriteCloud yang memiliki komponen-komponen aktif pengecoh radar dan rudal musuh tadi.
Dan, saat Typhoon sudah dapat mendeteksi adanya jet siluman kelima yang menyerangnya, maka penempur sayap delta ini dapat melakukan serangan balik untuk menyerang musuhnya.
Tentu saja, konsep ini harus diuji secara nyata dan dibuktikan keefektifannya di medan perang sesungguhnya.
Intinya memang, siapa yang bisa menguasai teknologi lebih tinggi, maka dia pula yang akan dapat memenangkan pertempuran udara.
Teknologi yang dikembangkan ini, memberikan harapan bagi jet tempur generasi keempat untuk tidak cepat tergerus. Teknologi-teknologi lainnya, juga tentu saja terus dikembangkan, baik untuk penempur generasi keempat maupun generasi kelima.
Salah satu syarat yang harus dikuasai tentu saja bahwa pesawat harus memiliki teknologi yang lebih tinggi. Artinya, pesawat tersebut dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta perubahan zaman menuju era yang lebih maju.
Roni Sontani