ANGKASAREVIEW.COM – TNI Angkatan Udara menyampaikan kuliah umum tentang Flight Information Region (FIR) di Kampus Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug, Tangerang, Rabu (24/4/2019). Kuliah umum dengan tema “Memahami Flight Information Region (FIR) Indonesia” ini diikuti oleh 1.000 Taruna-taruni STPI serta dihadiri seluruh pejabat STPI dan beberapa perwakilan dari Kementerian Perhubungan RI.
Bertindak selalu penyampai kuliah umum dari TNI AU adalah Kepala Hukum (Kakum) Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) Kolonel Sus Yuwono Agung Nugroho, S.H, M.H.
Ketua STPI Capt. Novianto Widadi, S.AP, MM dalam sambutan pembukaan kuliah umum mengatakan, FIR merupakan area atau ruang udara di mana layanan yang diberikan berupa Flight Information Service dan Alerting Service.
Tautan: Chappy Hakim: Kedaulatan Negara di Udara Bagian Penting Manajemen Kekuatan Udara Nasional
FIR di Indonesia terbagi dua bagian yaitu di area timur yang dikelola oleh Makassar Air Traffic Service Center (MATSC) ACC dan wilayah barat yang dikelola oleh Jakarta Air Traffic Service Center (JATSC) ACC.
Mengenai FIR ini, ujarnya, sejumlah pemberitaan mengenai ruang udara atau air space Sektor A, B, dan C yang sudah sejak lama dikelola oleh Singapura mencuat ke permukaan. Selanjutnya sektor tersebut akan dikelola oleh Indonesia sebagai pemilik ruang udara tersebut.
Proses pengambil-alihan ruang udara, lanjut Ketua STPI, tentunya membutuhkan suatu proses yang tidak mudah dan sebentar. Saat ini, Rancangan Undang Undang (RUU) Pengelolaan Ruang Udara Nasional sedang dalam proses penyusunan oleh Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
Tautan: Chappy Hakim di Upacara Yudisium STPI Curug: “Air and Space is Our Future”
Diharapkan, RUU tersebut dapat mengakomodir bebagai kepentingan negara seperti Pertahanan Negara, Keselamatan Penerbangan, dan Kesejahteraan.
“Untuk lebih lanjut mengenai pembahasan ruang udara ini, khususnya FIR, nanti disampaikan oleh nara sumber dari TNI AU. Saya yakin materi ini akan sangat bermanfaat bagi kita semua terutama seluruh Sivitas Akademika STPI Curug,” pungkas Novyanto.
Tautan: Ahli Satelit Gelombang Mikro Profesor Josaphat Tetuko Beri Kuliah Umum di STPI Curug
Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Kementerian Perhubungan RI Ir. Umiyatun Hayati Triastuti, M.Sc dalam sambutan yang dibacakan oleh Kepala Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Udara Sri Lestari Rayahu, S.H, L.LM menyambut baik pelaksanaan kuliah umum tentang FIR oleh TNI AU di STPI Curug.
Dikatakan, STPI sebagai institusi pendidikan selalu menjaga keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan vokasi penerbangan, membekali para sivitas akademika dengan pengetahuan dan isu-isu dunia penerbangan yang laik untuk diangkat pada mimbar akademik.
FIR, lanjut Kepala BPSDMP, merupakan suatu kedaulatan ruang udara. Tentunya, syarat dan ketentuannya diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) agar ketertiban dapat terwujud.
Tautan: Mantan KSAU Tantang Generasi Milenial Wujudkan Era Keemasan Penerbangan Indonesia
Mengenai Sektor A, B, dan C, lanjutnya lagi, dalam pertimbangan. Wilayah tersebut secara geografis berada di atas Indonesia, namun kendalinya masih di bawah Singapura.
Ia menekankan, berbicara mengenai FIR adalah seamless. Bahwa kita tidak boleh berbeda dengan tetangga, agar layanan dan kepuasan dari jasa transportasi udara ini dapat terpenuhi.
Tautan: Ketua STPI Curug Sampaikan Kuliah Umum Keselamatan Penerbangan di BP2 Penerbang Banyuwangi
“Namun demikian, aspek yuridis perlu dipertimbangakan. Untuk itu, manfaatkan kesempatan dalam kuliah umum ini sebaik mungkin agar menambah wawasan para sivitas akademika,” pesannya.
Reallignment FIR Jakarta
Kolonel Sus Yuwono Agung dalam pembuka paparan kuliah umumnya menegaskan, setiap negara mempunyai kedaulatan yang penuh dan utuh atas ruang udaranya. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 yang kemudian diperkuat dengan Pasal 2 ayat 1 UNCLOS 1982.
Terkait pemanfaatan wilayah udara nasional, ujarnya, terdapat tiga kepentingan pokok yang harus diperhatikan. Yaitu Pertahanan Negara, Keselamatan Penerbangan, dan Ekonomi.
Tautan: Pelanggaran Wilayah Udara Masih Tinggi, Kohanudnas Gelar Strategi Pencegahan
Sinkroninasi ketiga kepentingan pokok tersebut harus senantiasa dikoordinasikan antara instansi terkait sehingga aspek pertahanan (security), aspek keselamatan (safety), dan aspek kesejahteraan (prosperity) terwadahi.
Untuk itu, lanjutnya, penting adanya peningkatan kerja sama antara militer dan sipil seperti TNI AU/Kohanudnas dengan Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan serta Perum LPPNPI (Airnav Indonesia) dalam meningkatkan pengendalian wilayah udara nasional.
Tautan: Jaga Kedaulatan Udara Nasional, Kohanudnas Fokus pada Tugas Pokok
Dalam hal regulasi, paparnya, Rancangan Undang Undang Pengelolaan Ruang Udara Nasional (RUU PRUN) akan mengisi kekosongan hukum seperti sanksi pidana bagian aerial instrussion dan penetapan TNI AU sebagai penyidik.
“Diharapkan, RUU PRUN ini dapat mengakomodir seluruh kepentingan pemanfaatan wilayah udara nasional (dalam hal tiga aspek tadi), agar pengendalian wilayah udara nasional dan penegakan humum dalat dilaksanakan secara optimal dan bermanfaat,” ujar Yuwono Agung.
Reallignment FIR Jakarta digunakan sebagai istilah untuk “pengambil-alihan” pengelolaan FIR Jakarta oleh Indonesia dari Singapura. Dalam upaya ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Perhubungan telah melakukan sejumlah langkah-langkah persiapan.
Tautan: Pangkohanudnas: Pengambilalihan FIR dari Negara Lain Mutlak Dilakukan Indonesia
Didasarkan pada argumen bahwa setiap negara mempunyai kedualatan yang utuh dan penuh (Pasal 1 Konvensi Chicago), maka negara mempunyai kedaulatan untuk mengatur wilayah udaranya termasuk dalam hal mengendalikan FIR.
Di sisi yang lain, lanjutnya, ketentuan Annex 11 menyatakan, pendelegasian suatu wilayah udara kepada negara lain sesungguhnya tidak mengurangi kedaulatan negara. Akan tetapi, dalam praktiknya pendelegasian ini sangat berpengaruh dalam hal penegakan kedaulatan.
Tautan: Perkuat Sinergitas, Kohanudnas dan AirNav Indonesia Perpanjang Kerja Sama
“Das Sollen tidak sesuai Das Sein. Das Sollen (yang seharusnya) tidak mengurangi kedaulatan, tetapi Das Sein (yang senyatanya) sangat merugikan kedaulatan Indonesia,” tegas dia.
Dengan kata lain, papar Yuwono Agung, meskipun dalam ketentuan hukum ditentukan pendelegasian wilayah udara untuk dikendalikan negara lain tidak mengurangi kedaulatan, pada kenyataannya kedaulatan negara sangat dirugikan dengan adanya pendelegasian tersebut.
Dampak-dampak yang ditimbulkan dari masalah tersebut sangatlah banyak. Yuwono Agung membeberkan beberapa contoh. Misalnya adalah, ATC Indonesia dalam hal ini JATSC tidak dapat melaksanakan komunikasi langsung dengan pesawat yang terbang melalui rute tersebut untuk menanyakan tujuan, rute, dan perizinan penerbangan.
Tautan: TNI AU Bangun Satuan Radar Jayapura dan Gedung Markas Koopsau III Biak
Lalu, pesawat TNI AU dalam melaksanakan operasi udara di ruang udara tersebut harus senantiasa melaksanakan koordinasi dan dikendalikan oleh ATC Singapura.
Kemudian lagi, terbatasnya luas daerah latihan (training area) yang digunakan oleh pesawat Skadron Udara 12 dan Skadron Udara 16 pekanbaru karena training area di area tersebut terpotong oleh FIR yang dikendalikan oleh Singapura.
Dampak-dampak merugikan tersebut, tentu harus segera diambil langkah penanggulangannya. Dalam hal ini, negara telah menetapkan beberapa poin, yaitu:
Pertama, UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengamanatkan bahwa proses pengambil-alihan FIR dilakukan paling lama tahun 2024. Namun demikian, Instruksi Presiden Jowo Widodo menyatakan bahwa pengambil-alihan FIR harus dilaksanakan paling lambat tahun 2019.
Kedua, tidak perlu mempertentangkan apakah permasalahan ini terkait keselamatan penerbangan atau masalah kedaulatan.
“Dan yang lebih utama lagi, seluruh komponen bangsa menyusun konsep pengambil-alihan dan melaskanakan konsep tersebut sehingga tujuan pengambil-alihan akan tercapai sesegera mungkin.”
Hal ini, kata Kakum kohanudnas, penting dan mutlak harus dilakukan oleh Indonesia agar Indonesia mampu mengontrol seluruh wilayah udaranya.
Tautan: Faktor-faktor Ini Sebabkan Masih Tingginya Angka Black Flight di Indonesia
“Reallignment FIR Jakarta, tentunya juga terkait dengan national dignity bangsa Indonesia sebagai bangsa berdaulat,” tekannya.
Usai penyampaian kuliah umum oleh TNI AU, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Beberapa panelis dari STPI dan Kemenhub didaulat tampil ke mimbar untuk ikut menjawab sejumlah pertanyaan maupun bertukar pandangan.
Roni Sontani