ANGKASAREVIEW.COM – Angkatan Udara Amerika Serikat (USAF) telah melakukan evaluasi terhadap desain kritis (CDR) sistem persenjataan yang akan digunakan oleh calon pesawat pengebom siluman generasi keenam, B-21 Raider. Dengan rampungnya evaluasi fase tersebut pada 10 Desember 2018 itu, maka progres untuk memproduksi dan disusul oleh tes terbang juga telah ditentukan jadwalnya.
Terlebih mesin untuk B-21 malah sudah diproduksi tiga tahun lalu. Sehingga, proses produksi, tes terbang, dan produksi massal bisa lebih dipercepat.
Menurut Sekretaris USAF, Heather Wilson, B-21 yang saat ini masih berupa rancangan sudah siap diproduksi dalam bentuk prototipe.
Untuk proses produksi, B-21 akan ditangani oleh Air Force Rapid Capabilities Office (AFRCO), mulai dari awal produksi hingga tahap terbang perdana.
Wakil Kepala Staf USAF Jenderal Stephen Wilson, sebagaimana dikutip dari Defence Blog, merupakan petinggi yang sangat mendukung B-21 digarap oleh AFRCO. Karena ujarnya, selain proses produksinya bisa cepat juga terjamin kualitas produksinya.
Jika sudah siap operasional, B-21 yang akan menjadi bomber siluman jarak jauh dan juga bisa masuk jauh ke wilayah musuh tanpa terdeteksi, akan membuat militer AS merasa lega.
Paling tidak, USAF tidak terlalu merasa khawatir lagi atas kehadiran dua bomber strategis jarak jauh Tu-160 Rusia yang saat ini sedang bercokol di Venezuela, ujung utara Amerika Selatan ini.
Kehadiran B-21 sangat dinantikan oleh USAF. Kementerian Pertahanan AS sendiri telah menjagokan B-21 akan menjadi salah satu tulang punggung kekuatan udara AS di masa depan.
Bahkan bisa dikatakan, keamanan nasional AS dan detterent effect secara militer nantinya akan ditentukan oleh banyaknya B-21 yang dimiliki oleh AS.
Dicanangkan, pada pertengahan tahun 2020 bomber ini sudah bisa melaksanakan initial operating capability (IOC).
USAF sendiri telah menentukan sejumlah pangkalan yang akan dijadikan basis B-21. Antara lain Ellsworth Air Force Base (South Dakota), Whiteman AFB (Missouri), dan Dyess AFB, Texas.
A Winardi