ANGKASAREVIEW.COM – Pesawat pembom siluman H-8 yang secara fisik bentuknya menyerupai B-2 Spirit USAF disebut sejumlah pihak sudah berhasil diproduksi oleh China dan dioperasikan angkatan udara negeri itu, People’s Liberation Army Air Force (PLAAF,) sejak tahun 2010.
Meskipun PLAAF sangat merahasiakan keberadaan dan operasional H-8 yang dibuat oleh Xi’an Aircraft Company Ltd itu, sejumlah publikasi menunjukkan bahwa H-8 memang sudah dalam kondisi siap operasional.
Sesuai data yang dirilis oleh situs resmi pemerintah China, H-8 bisa terbang sejauh 11.000 km tanpa isi bahan bakar ulang, memiliki kecepatan 1,2 Mach, bisa membawa 18 ton bom, serta paling sedikit mampu membawa tiga rudal nuklir.
Keberhasilan China memproduksi H-8 dan jet tempur siluman J-20 yang saat ini juga sudah operasional, sedikit banyak membuat sang rival Amerika Serikat (AS) menjadi khawatir. Bahkan, dalam waktu dekat Tirai Bambu dikabarkan akan melaksanakan penerbangan perdana pembom siluman terbaru H-20. Bahkan, Washington Post dan Aviation Week menyebut program penggarapan H-20 bukan sekadar rumor.

Militer AS sebenarnya sudah memiliki program untuk memproduksi pesawat pembom siluman demi menandingi kekuatan udara China dan juga Rusia, yakni B-21 Raider.
Sebagai pesawat pengebom jarak jauh Long Range Strike Bomber (LRSB) yang diproduksi di era abad 21, Raider secara fisik wujudnya berbeda dibandingkan dengan pendahulunya, B-2 Spirit.
Bentuk fuselage B-21 lebih zig zag dan dirancang lebih halus (low profile designed) sehingga secara teknologi siluman akan makin sulit untuk ditangkap radar pencari sasaran.
Arti nama 21 sendiri bagi pengebom yang bisa menghantam sasaran di mana pun di dunia itu adalah “pengebom siluman paling pertama dan paling mematikan yang pernah di produksi di abad 21”.
Meski secara teknologi komponen B-21 masih sangat dirahasiakan keputusan produksi pesawat pengebom nuklir jarak jauh ini termasuk cepat karena Kongres Amerika dan Pemerintah AS via Departemen Pertahanan (DoD) tidak terjebak silang pendapat yang bertele-tele.

Silang pendapat yang sengit pernah terjadi antara Kongres dan Pemerintah AS terkait biaya produksi dan pemeliharaan B-2 Spirit yang begitu tinggi sehingga berakibat pada terbatasnya produski B- 2. Demikian juga hal itu terjadi pada pengurangan produksi F-22 Raptor dari rencana awal Sang Raja Udara dibuat.
Intinya, Kongres AS berprinsip agar kasus dalam proses produksi B-2 tidak terulang lagi pada proses produksi B-21. Sementara itu, Northop Grumman dan para industri pertahanan rekanannnya juga sudah menjamin bahwa tidak akan terjadi “kekacauan” dalam proses produksi B-21 yang ditargetkan selesai pada tahun 2020.
Jika pada 2020 B-21 Raider sudah siap operasional, maka akan ada pemandangan spektakuler di udara ketika semua bomber andalan USAF mulai dari B-52, B-2 Spirit, B-1 B Lancer, dan B-21 Raider terbang secara bersama-sama.

Dalam misi tempur yang sesungguhnya, keempat pesawat pengebom strategis jarak jauh itu juga ada kemungkinan akan bertempur bersama-sama di medan laga mengingat ketiga pendahulu B-21 tersebut baru akan pensiun tahun 2040.
Jadi, masih ada waktu 20 tahun lagi bagi keempat pengebom LRSB untuk menggentarkan ruang udara di seluruh jagad raya.
Namun yang pasti kehadiran baik pembon siluman H-20 China maupun B-21 Raider AS dan lainnya, sesungguhnya telah menjadi ancaman bagi keamanan dunia internasional. Apalagi keduanya sanggup terbang jarak jauh sambil membawa bom dan rudal nuklir, sang penebar maut bagi nyawa manusia.
A Winardi