ANGKASAREVIEW.COM – Keberadaan tentara bayaran yang kerap hadir di berbagai medan perang untuk menyabung nyawa demi uang ternyata sudah ada sejak zama kuno.
Mungkin lebih tua dari catatan yang bisa dirujuk, keberadaan tentara bayaran mulai dikenal di Mesir sekira tahun 1200-an SM. Firaun Ramses II bisa disebut sebagai penguasa pertama yang menggunakan jasa tentara bayaran untuk menggebrak musuhnya.
Hanya saja, dibanding saat ini pengakuan terhadap mereka sangat selektif. Latar belakang kesukuan sangat menentukan nilai jual kelompok tentara bayaran. Pedang dan tambak merupakan senjata andalan mereka kala itu.
Secara umum, yang dimaksud tentara bayaran adalah seorang atau kelompok sebagai tentara yang terjun ke suatu medan tempur atau pada suatu konflik peperangan yang tujuan utamanya keuntungan pribadi. Mereka biasanya tidak bersandar kepada suatu landasan ideologi, nasionalisme, atau pertimbangan politik lainnya.
Tentara bayaran dibutuhkan dalam suatu peperangan, selain karena faktor mendasar yaitu tersedianya tenaga tambahan dalam waktu singkat, juga karena adanya faktor kesiapan, keahlian, dan pengalaman. Mereka juga siap mengorbankan nyawanya di medan tempur.
Dalam perjalanan sejarah yang memiliki catatan tertulis dan dapat diikuti alur pertempurannya, untuk pertama kali tercatat penggunaan tentara bayaran adalah pada masa Mesir kuno. Yaitu, manakala Firaun Ramses II dari Mesir menginvasi daerah Kerajaan Hittite yang dipimpin Raja Mawatalis.
Keduanya bertemu dalam Pertempuran Kadesh (Battle of Kadesh) pada 1294 SM. Chariot (kereta perang) dan pasukan berkuda merupakan kasta tinggi dari ketentaraan pada masa itu. Khususnya di Timur Tengah. Hal ini karena faktor manuver dan kemampuan bergerak lebih cepat.
Sedangkan infanteri atau pasukan pejalan kaki, dengan unit-unit seperti pemanah, tombak dan petarung jarak dekat dengan kampak atau pedang, berasal dari orang-orang kasta rendah atau petani yang dibekali pendidikan militer seadanya.
Pertempuran Kadesh melibatkan sekira 6.000 kereta perang dari kedua belah pihak. Sedangkan untuk urusan kelas dua infanterinya, Ramses II menggunakan tentara bayaran dari orang-orang Palestina yang jumlahnya kurang lebih 10.000 orang serdadu.
Pasa masa kejayaan Kerajaan Assyria yang mempersatuan Mesopotamia (Irak sekarang) pada 1100 SM-600 SM, Assyria sering menggunakan tentara bayaran dari suku Akkad (Suriah). Suku ini termashyur sebagai petarung tangguh satu lawan satu dan sebagai penghantam flank serta perusak kolom rapat lawan.
Pasukan tombak
Mulai 700 SM, negara-negara kota Yunani berjaya. Mereka mulai menyebarkan pengaruh sosial, budaya, tata negara maupun militer ke Barat (Eropa). Pengaruh ini disebut Helenistik.
Militernya terkenal dengan sebutan Hoplites (infanteri barat dan elite), sebagai pasukan andalan. Hoplites dipersenjatai tombak bermata besi sepanjang tiga meter, perisai bulat Hoplon berdiameter satu meter serta pedang sebagai senjata kedua.
Setiap serdadu pada beberapa barisan terdepan dilengkapi baju zirah yang terbuat dari perunggu. Baju ini tidak lain untuk melindungi dada dan perut serta tulang kering.
Satu kesatuan Hoplites berisi antara 300 sampai 400 serdadu. Termasuk di dalamnya pembawa panji-panji unit pasukan dan peniup terompet. Kedua fungsi ini sebagai tanda keberadaan unit pasukan dan tanda-tanda tertentu untuk mengubah formasi tempur.
Hoplites bermanuver lambat karena berat. Mereka solid dalam kolom rapat dan menekan musuh seperti landak menyeruduk, saling melindungi yang disebut dengan istilah Phalanx.
Tombak mereka harus dipegang di tangan kanan, terhunus ke depan pada baris pertama dam Hoplon di tangan kiri untuk melindungi rekan di sebelahnya. Baris kedua menempatkan tombak di bahu serdadu di depannya dan seterusnya makin tegak lurus. Alhasil susunan tombak mirip landak marah.
Lambatnya Hoplites dalam bermanuver diimbangi unit Peltast (infanteri ringan dan pengganggu). Unit ini mirip armor. Namun banyak pula yang telanjang dan lincah untuk melemparkan tombak pendek, panah, atau ketapel.
Peperangan menjadikan lapangan pekerjaan mereka. Hal ini berbeda manakala saat damai di mana menciptakan pengangguran bagi Hoplites yang tangguh dan berpengalaman. Dari sinilah, para komandan lapangan dari kelas bangsawan mulai berpikiran menjual jasa mereka bagi yang membutuhkan.
Peperangan antara negara-negara kota Yunani yang dikenal dengan Peloponnesian War atau sebelumnya antara negara-negara kota Yunani melawan Persia pada 490 SM – 371 SM, ditandai banyaknya pasukan bayaran Yunani yang dipakai pihak yang bermusuhan.
Kendati banyak yang gugur, uang yang didapat oleh para tentara bayaran ini tetap dikelola dengan baik oleh para komandannya dan lalu disalurkan ke keluarganya.
Pola menajemen dan distribusi uang, ternyata tetap berlaku hingga saat ini dan dijalankan oleh para pemasok tentara bayaran dengan penuh disiplin.
A Winardi