ANGKASAREVIEW.COM– Jip militer kategori sport utility vehicle (SUV) buatan pabrik GAZ (Gorkovsky Avtomobilny Zavod) Uni Soviet sangat populer di Indonesia, khususnya di kalangan TNI pada era 1960-1970-an. Tidak salah, karena mobil bemerek GAZ-69 ini digunakan sebagai mobil para komandan satuan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang kala itu terdiri atas Angkatan Perang (AD, AL, AU) dan Polisi Negara.
GAZ-69 masuk ke Indonesia setelah berhasil mengalahkan empat kompetitornya yang berasal dari Inggris (Austin Gipsy dan Land Rover) serta mobil Jerman (DKW dan Steyr Daimler Puch). Kompetisi dilakukan melalui adu kekuatan jelajah yang digelar ABRI sejauh 4.000 km melewati hamparan pasir dan wilayah gunung berapi di Pulau Jawa selama 50 hari.
Sebagaimana ditulis oleh Mikhail Tsyganov (RBTH, 2014), mobil-mobil tersebut diminta mengelilingi Pulau Jawa sebanyak dua kali. Perlombaan ini disebut oleh salah satu surat kabar di Indonesia sebagai uji coba terbesar dan terberat untuk mobil-mobil Eropa yang pernah ada di Indonesia
Mobil-mobil ini berkeliling di tengah pasir vulkanik hitam pesisir Jawa, memanjat hutan di sekeliling gunung berapi, dan sering tidak diizinkan berhenti selain mengisi bahan bakar, menambah pelumas, atau pergantian sopir.
Pada sesi uji terakhir, mobil-mobil tersebut diminta melintasi sungai di wilayah pinggiran kota Bandung, Jawa Barat. Pada saat uji penyeberangan ini, saingan terakhir GAZ-69 yang masih tersisa yaitu Land Rover mogok di tengah-tengah sungai dan bahkan harus ditarik oleh GAZ-69.
Dari situlah akhirnya GAZ-69 dinyatakan sebagai pemenang dan kemudian diborong oleh pemerintahan zaman Presiden Soekarno sebanyak 4.000 unit untuk kebutuhan ABRI. Angkatan Udara mendapat jatah mobil paling banyak dan bahkan diberi tambahan 400 unit mobil ini.
Menurut Tsyganov, mobil GAZ-69 yang beredar di Indonesia sebenarnya adalah merek UAZ-69 yang diproduksi oleh pabrik Ulyanovsk pada era 1954-1972. Namun demikian, di Indonesia mobil tersebut tetap menggunakan merek GAZ-69. Sementara GAZ-69 sendiri dibuat oleh pabrik GAZ di kota Gorky (Nizhny Novgorod) pada kurun 1953-1955.
Restorasi Mayor Heri
Di Indonesia para pehobi maupun kolektor mobil militer klasik memburu mobil-mobil yang sudah tidak terawat untuk direstorasi lagi. Merestorasi mobil langka menjadi tantangan dan kepuasan tersendiri walau harus mengeluarkan isi dompet untuk memodalinya.
Salah satunya adalah Mayor Tek Heri Heryadi dari Dinas Penelitian dan Pengembangan TNI Angkatan Udara (Dislitbangau) di Bandung. Heri yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Teknologi Dirgantara (Kasi Tekdirga) Dislitbangau, memang sudah sejak lama punya hobi merestorasi mobil-mobil militer terutama mobil truk militer Unimog buatan Mercedes-Benz, Jerman. Hasil karyanya sudah puluhan dan telah digunakan oleh para pemesan.
Mengenai mobil GAZ-69, Heri bercerita bahwa mobil berpenggerak roda 4WD (4X4) ini memiliki gardan heavy duty, berbahan bakar premium alias bensin, dan menggunakan mesin inline 4 silinder OHC. Mobil berkapasitas empat penumpang ini diperoleh melalui lelang tahun 2015, yaitu mobil bekas pejabat TNI AU yang telah berpindah tangah sebanyak enam kali. Terakhir saat dibeli, mobil diperoleh dalam kondisi 75 persen utuh. Lantai mobil ada yang sudah keropos dan mesin mobil dalam keadaan pincang (pengapian tidak normal).
“Namun secara keseluruhan kondisi bodi dan rangka mobil masih bagus. Karena bahan bijih besi Rusia (Uni Soviet) itu kan impuritasnya paling tinggi sedunia. Uni Soviet over supply untuk bahan-bahan seperti ini saat itu. Kemudian, paradigma produksi Rusia itu tahan banting dan kuat, walaupun dari segi bentuk jelek,” ujarnya. “Jelek, bisa dikatakan relatif, karena toh banyak yang suka model-model mobil buatan Rusia,” lanjutnya.
Untuk proses restorasi, kata Heri, sama seperti proses yang dilakukan pada pesawat terbang. Yaitu ada pre-dock, in-dock, dan post-dock. “Untuk pre-dock, kita lakukan visual inspection, diihat secara visual mana yang masuk kategori minor servicing atau major servicing (overhaul). Kita data dan setelah itu baru ditentukan prioritas yang akan dikerjakan terlebih dahulu,” jelasnya kepada Angkasa Review di ajang Pameran Produk Litbang Pertahanan Kemhan di halaman Gedung Balitbang Kemhan, Pondok Labu, Selasa (28/8/2018).
Sobat AR, selesai tahapan pre-dock kemudian masuk ke tahapan in-dock yaitu pengerjaan atau re-assembly. Bodi diangkat, sasis diangkat, mesin diturunkan.
“Untuk mesin harus di-overhaul. Namun setelah dikalkulasi ternyata masuk kategori BER (beyond economy repair) bila menggunakan mesin aslinya. Jadi, bila dipaksakan untuk operasional sehari-hari pun akan high cost dan low effectiveness. Akhirnya diputuskan engine switch pakai mesin mobil ‘sejuta umat’ Kijang 7K 1.800 cc transmisi manual dan bebahan bakar bensin,” ujar Heri sambil tertawa.
“Sebenarnya, kalau mau pakai mesin aslinya pun gampang saja. Tinggal cari di situs e-bay. Ini hanya soal perhitungan biaya saja,” tekan alumni Universitas Nurtanio, Bandung ini.
Masalah pada mesin aslinya ini, jelas Heri, yang tidak bisa diperbaiki itu adalah di bagian cylinder head. “Jadi dratnya sudah habis sehingga bocor kompresi selamanya. Masalahnya karena life-time saja, bukan karena barang rusak. Mobil ini kan usia pakainya sudah lebih setengah,” lanjutnya.
Menggunakan mesin Kijang, toh output power-nya masih mumpuni walau mesin asli GAZ-69 berkapasitas 2.400 cc. “Terujilah untuk jalan-jalan Bandung-Jakarta. Tidak ada masalah yang signifikan,” kata lulusan S2 Teknik Mesin ITB melalui jalur beasiswa TNI AU ini.
Proses pengerjaan restorasi GAZ-69, kata Heri yang pernah ikut bertugas dalam tim misi perdamaian PBB di Libanon ini, secara keseluruhan membutuhkan waktu tiga bulan. Pengerjaan dilakukan oleh empat orang dan ia bertindak selaku supervisor.
Waktu tiga bulan terbagi dalam 1,5 bulan untuk body work, satu bulan untuk penyetelan (setting) mesin, dan pengerjaan akhir (finishing) selama dua minggu. Adapun bujet yang dikeluarkan sebanyak 75 juta rupiah, terdiri dari 25 juta rupiah untuk beli mobil dan 50 juta untuk restorasi.
GAZ-69 selain dipakai di waktu senggang, juga sering ditampilkan untuk pameran. Mobil ini dipamerkan sebagai platform kendaraan yang dipersenjatai senapan mesin Browning M2HB modifikasi eks pesawat OV-10 Bronco TNI AU yang sudah battle proven. Di negeri aslinya, GAZ-69 selain dipakai sebagai kendaraan angkut penumpang juga dipakai sebagai kendaraan perang pengusung senjata termasuk membawa peluncur rudal AT-1.
Karena dilengkapi persenjataan berat untuk pertahanan horozontal dan vertikal terbatas, jip GAZ-69 yang dipamerkan tim Dislitbangau ini pun dilepas kanvas penutup kabinnya. “Ini dibuka karena digunakan sebagai model kendaraan yang diberi dudukan senjata,” kata Heri.
Untuk ban, Heri menggunakan ban Maxxis model mud swamper dengan ukuran ring 15. Untuk melaju di jalanan, mobil produksi tahun produksi 1958 hasil restorasi ini masih bisa digeber hingga kecepatan 80 km/jam.
Roni Sontani