ANGKASAREVIEW.COM – Pada tulisan sebelumnya, Redaksi Angkasa Review telah menjabarkan sekilas tentang sosok Bripka Indria Pujiastuti, satu-satunya Polisi Wanita (Polwan) penunggang helikopter di Direktorat Polisi Udara (Dit Polud) Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Badan Pemelihara Keamanan Kepolisian Republik Indonesia (Baharkam Polri).
Pada kesempatan ini, kami akan melanjutkan kisahnya saat harus melewati masa-masa sulit yang paling menentukan pencapaian karirnya.
Sobat AR, sejujurnya ada cerita tersendiri yang sangat menarik untuk diungkapkan dibalik profesi Indri, panggilan akrabnya. Saat pertama kali bertemu wanita tangguh ini dan mendengar kisah perjuangan hidupnya, Tim Redaksi Angkasa Review pun berpikir bahwa kisah tersebut perlu diketahui khalayak luas agar mereka dapat terinspirasi dan termotivasi dalam mengejar impian, khususnya generasi muda Indonesia.
Ambisi atau Nurani
Memasuki usia remaja, cita-cita Indri untuk menjadi pilot pun luntur. Ia memandang ada profesi lain yang lebih menarik ketimbang menjadi penerbang. Di masa mengenyam pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas), ia kemudian tertarik untuk menjadi seorang Duta Besar (Dubes). Keinginannya ini tercetus begitu saja lantaran ia ingin bekerja sambil jalan-jalan.
Demi mengejar ambisinya itu, Indri mulai memantapkan kemampuan bahasanya dengan mengikuti kursus bahasa Inggris. Kemampuannya pun suatu ketika ia uji dengan mengikuti lomba debat bahasa Inggris pada program tv Who Dare to Wins di TVRI. Tak sia-sia, Indri berhasil menang dan sekaligus mengharumkan nama sekolahnya.
Waktu terus berjalan, tawaran menarik pun menyambanginya. Indri mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar dari Australia. Kesempatan ini seolah akan menjadi tiket emas bagi Indri dalam menggapai ambisinya menjadi Dubes.
Baca Juga:
Bintara Ini Satu-satunya Polwan Penunggang Helikopter di Kepolisian Udara
Kisah Polwan Penunggang Enstrom 480B (Bagian II: Perintah Atasan)
Namun sayang Sobat AR, kesempatan itu dengan berat hati harus ia lewatkan. Indri mendapat cobaan dan harus mendahulukan hal yang lebih krusial. Allah Subhanahu wa Ta’ala memanggil ayah Indri sebelum ia sempat menerima tawaran program pertukaran pelajar itu.
Semangat Indri untuk mengejar ambisinya mengendur. Faktor finansial seraya menjadi hal yang harus dipertimbangkan selepas kepergian ayahanda. Ibu Indri pun mengingatkan bahwa ia masih mempunyai satu adik yang juga perlu mengenyam pendidikan.
“Ketika ayah saya meninggal, terus mama saya ngomong, ‘kamu masih ada adik satu lagi, kalau kamu ngambil ini (program pertukaran pelajar), nanti adik kamu bagaimana kuliahnya?” ungkap Indri kepada Angkasa Review di Mako Dit Polud, Pondok Cabe, Tangerang, Kamis (5/4/2018).
Sang ibunda pun menyarankan agar Indri masuk sekolah Polisi dan berkarir sebagai seorang Polwan. “Kata ibu saya, ‘kalau kamu mau kuliah kamu bisa kuliah pakai biaya sendiri, syukur-syukur kamu bisa bantu adik kamu’,” imbuhnya.
Singkat cerita, Sobat AR, Indri pun luluh mendengar ucapan sang ibu. Keadaan memaksanya untuk mereduksi ambisinya dan lebih mengedepankan hati nurani. Di usia muda yang mungkin istilahnya masih ‘ababil’ (ABG labil), Indri dituntut harus mampu bersikap dewasa karena keadaan tak memungkinkan.
“Istilahnya saya juga harus mikirin adik saya, jangan saya egois. Kalau saya nanti berangkat ke Australia, tapi nanti adik saya terlunta-lunta (pendidikannya). Walaupun saya memang beasiswa, cuma paling tidak mama saya pasti ngasih (dana) untuk ongkos, untuk biaya hidup,” paparnya.
Bersambung..
(ERY)