ANGKASAREVIEW.COM – Seperti kita ketahui bersama Sobat AR, pada pertengahan bulan lalu PT Dirgantara Indonesia (PTDI) telah sukses mengantarkan pesanan dua unit pesawat NC212i untuk Angkatan Udara Filipina. Sebelumnya redaksi juga telah sedikit membahas momen membanggakan tersebut. Pada kesempatan ini, redaksi akan mengulas lebih dalam sebuah kisah menarik kala Capt. Ester Gayatri Saleh bersama kru lainnya yang terjebak dalam badai ‘Ester’ saat ferry flight ke Clark Air Base.
Filipina merupakan negara tetangga yang menjadi salah satu konsumen setia PTDI. Sejak tahun 1986 PTDI telah berhasil memikat hati Filipina lewat pesawat CASA 212-200 yang diawaki Mba Ester, panggilan akrab Capt. Ester.
Tahun ini, dua unit varian terbaru pesawat tersebut, NC212i kembali berhasil memikat hati Filipina. Departemen Pertahanan Nasional Filipina membeli pesawat tersebut untuk dioperasionalkan oleh Angkatan Udaranya.
Setelah pesanan NC212i Filipina rampung, didukung cuaca yang baik pada tanggal 8 Juni PTDI menggelar misi ferry flight ke Clark Air Base dalam rangka melaksanakan flight acceptance test dan serah terima pesawat dengan end user.
Rute ferry flight yang dilalui kedua pesawat mulai dari Bandar Udara Internasional Husein Sastranegara (Bandung) – Bandar Udara Internasional Syamsudin Noor (Banjarmasin) – Bandar Udara Internasional Juwata (Tarakan) – Puerto Princessa International Airport (Filipina) – Clark Air Base (Filipina).
Baca Juga:
Disaksikan Ryamizard, Dua Unit NC212i dari PTDI Diserahterimakan ke AU Filipina
Kisah Capt. Ester Terjebak Buntut Badai Ester Saat Ferry Flight NC212i ke Filipina (Bagian 2)
Sobat AR, misi Ferry flight dipimpin Mba Esther yang merupakan Chief Test Pilot PTDI. Ia menjadi Pilot in Command (PIC) penerbangan pesawat beregistrasi AX-2119 dan ditemani Ervan Gustanto sebagai First Officer (FO) dan Ir. Nurcholis sebagai Flight Test Engineer (FTE). Sementara pesawat registrasi AX-2120, penerbangannya dipimpin Capt. Adi Budi Atmoko yang didampingi Capt. Zulda Hendra (FO) serta Ir. Mula F Butar Butar (FTE).
Cuaca yang baik menyambut penerbangan kedua pesawat yang melesat dari Bandung menuju Banjarmasin hari itu. Antara pesawat pertama dan kedua berjarak antara 5-10 menit dan di ketinggian yang sama saat penerbangan. Pesawat kemudian berhasil landing dengan baik Banjarmasin dan tidak kurang satu apapun.
“Tentunya membawa (ferry) dua pesawat baru buat customer itu bukan suatu perjalanan yang mudah. Karena anda bisa bayangkan, anda beli mobil baru, minta dianter ke rumah, enggak mau dong kalau (sampai) ada scratch (goresan), ada hal yang tidak baik. Dia mau barang baru dan bagus,” ujar Mba Ester saat ditemui Tim Redaksi Angkasa Review di hanggar pesawat CN235 PTDI, Bandung, Selasa (10/7/2018).
Sampai di Banjarmasin tim tidak langsung bergegas menuju Tarakan. Mereka bermalam sambil menyiapkan dan memastikan semua kelengkapan pesawat tetap berfungsi dengan baik, Sobat AR. Hal ini mereka lakukan dengan profesional sebelum melanjutkan penerbangan.
Ia menuturkan, melaksanakan ferry flight tidak bisa disikapi gampang-gampang saja. Sebagai pabrik, PTDI mempunyai quality assurance yang harus dijaga.
Tanggal 10 Juni, seri misi ferry flight dilanjutkan dari Tarakan menuju Bandara Puerto Princessa, Filipina. Sampai di Bandara Puerto Princessa, persiapan dan memastikan kelengkapan penerbangan kembali dilakukan untuk ferry flight seri selanjutnya.
Namun ketika bersiap menuju tujuan akhir, Clark Air Base di Mabalacat City, Pampanga, Filipina, tim disarankan untuk tidak melanjutkan perjalanan pada hari itu karena diinformasikan cuaca buruk akan terjadi.
Jika penerbangan dilanjutkan, sangat memungkinkan kedua pesawat akan terjebak dalam badai dengan low depression. Uniknya Sobat AR, nama badai tersebut serupa dengan nama ketua misi ferry flight NC212i ini, ‘Ester’. Saat mengungkapkan hal itu, Mba Ester pun tertawa sambil mengingat saat-saat tersebut.
“Karena ada badai low depression yang namanya ‘Ester’. Saya sendiri juga tertawa, Ester kok ketemu Ester,” ucapnya kepada Angkasa Review diiringi tawa.