ANGKASAREVIEW.COM – Datangnya 16 pesawat tempur buru sergap F-5E/F Tiger II dalam kondisi brand new dari pabriknya Northrop Co. dari Amerika Serikat (AS) ke dalam jajaran kekuatan TNI AU, langsung meningkatkan moral para penerbang Swa Bhuana Paksa yang sudah lama mendambakan pesawat modern.
Dengan menggunakan ‘Macan Besi’ terbaru, para penerbang di Skadron Udara 14 Lanud Iswahjudi tersebut kembali bisa menjajal, mengulik, dan mengaplikasikan beragam teknik tempur udara dalam latihan-latihan yang dilaksanakan.
Seperti disebutkan pada tulisan terdahulu, dari 16 F-5E/F Tiger II yang dibeli Indonesia dari Amerika Serikat, sebanyak 12 unit adalah F-5E (kursi tunggal) dan 4 unit F-5F (kursi tandem). Nah, Sobat Angkasa Review, perbedaan dari jumlah kursi pada F-5 TNI AU ini juga berpengaruh pada penomoran pesawat.
Untuk memudahkannya, TNI AU memberikan urutan penomoran 01 sampai 12 untuk F-5E dan nomor 13-16 untuk F-5F. Kemudian, sesuai tata aturan penomoran pesawat di TNI AU, registrasi pesawat dimulai dengan kode huruf yaitu TS (Tempur Sergap) untuk F-5E dan TL (Tempur Latih) untuk F-5F yang berkursi tandem (depan-belakang). F-5F ini memang sekaligus digunakan untuk melatih pilot F-5 yang baru.
Setelah kode huruf, kemudian diikuti dua angka diambil dari kode pesawat. Karena F-5 mengandung satu angka ‘5’, maka didahului dengan angka 0. Sehingga secara lengkap, kode untuk F-5E/F Tiger II TNI AU ini adalah TS-0501 sampai dengan TS-0512. Sementara untuk F-5E adalah TL-0512 sampai dengan TL-0516.
Namun demikian, pada tahun 2000 semasa KSAU Marsekal TNI Hanafie Asnan, penomoran kode TL pada F-5F dihapus dan diganti menjadi TS. Sehingga seluruh F-5 TNI AU selanjutnya berkode TS (Tempur Sergap) hingga pesawat ini dipensiunkan.
Jajal F-5 di Negeri Paman Sam
Sobat AR, lazimnya pembelian pesawat, terlebih pesawat baru langsung dari pabriknya, pihak pembeli mendapat kesempatan dalam kontrak untuk mengirimkan pilot dan teknisinya ke pabrik pesawat bersangkutan. Hal ini untuk mengikuti pendidikan terkait operasional dan pengawakan pesawat. Sehingga, penerbang dan teknisi paham akan pesawat yang akan digunakan dan dipeliharanya nanti.
Demikian juga dengan F-5, TNI AU menyeleksi penerbang tempur yang akan dikirim ke Williams Air Force Base, Amerika Serikat untuk melaksanakan pendidikan konversi di pesawat F-5. Mereka ini disiapkan sebagai penerbang dan juga instruktur F-5 di Skadron Udara 14.
Tiga penerbang F-86 Avon Sabre Skadron Udara 14 ditunjuk dalam penugasan ini. Masing-masing adalah Mayor Pnb Holki Basah Kartadibrata (Komandan Skadron Udara 14), Mayor Pnb Budihardjo Surono , dan Kapten Pnb Lambert Silooy. Namun, Lambert Silooy tidak jadi berangkat karena sakit dan kemudian digantikan oleh Kapten Pnb Zeky Ambadar.
Holki dan Budihardjo berangkat ke AS pada 5 Desember 1979. Sementara Zeky baru menyusul berangkat pada 19 Januari 1980. (The Golden Moment of Tiger 25 Tahun Mengawal Bangsa, Djoko Suyanto – 2005)
Di AS, sebelum melaksanakan penerbangan, ketiga penerbang TNI AU menjalani kursus singkat American Defence Language Course di Lackland AFB, Texas. Kemudian dilanjutkan dengan latihan psikologi selama satu minggu dan menjalani tes kesehatan penerbangan selama dua hari termasuk simulasi terbang di chamber flight.
Setelah semua dinyatakan lulus, barulah ketiganya berangkat ke Williams AFB di Arizona pada 27 Januari 1980. Di tempat ini ketiga penerbang Skadron Udara 14 itu mengikuti pendidikan terbang di Skadron Latih Tempur Taktis ke-425 (425th Tactical Fighter Training Squadron). Skadron ini berada di bawah Wing Latih Taktis ke-58 (58th Tactical Training Wing) yang berada di Luke AFB. Skadron ini melatih siswa penerbang dari berbagai negara.
Pendidikan diawali dengan materi kelas selama tiga hari dan setelah itu berlanjut ke latihan terbang menggunakan F-5B dan F-5F. Latihan terbang meliputi tiga tahapan, yaitu transisi (12 jam/30 hari), pertempuran udara (20,7 jam/44 hari), dan serangan terhadap sasaran darat (5,5 jam/11 hari). Total berjumlah 39,2 jam/85 hari.
Setelah selesai di tahapan ini, ketiga penerbang TNI AU melanjutkan pendidikan untuk tahapan sebagai Instruktur F-5 selama 10 kali penerbangan. Para penerbang duduk di kursi belakang memberikan perintah kepada ‘siswa’ yang duduk di kursi depan. Ada juga sesi terbang menggunakan pesawat F-5E sebagai chaser (pengawal) dan memberikan perintah kepada penerbang di pesawat lain yang disimulasikan mengalami masalah.
Tidak ada kesulitan berarti bagi ketiga penerbang TNI AU yang dikirim ke AS untuk mengikuti pendidikan di pesawat F-5. Akhir Mei 1980, ketiganya telah dinyatakan lulus dan meninggalkan Williams AFB untuk kembali ke Indonesia. Mereka adalah penerbang dan instruktur dari Angkatan Pertama Konversi F-5.
Para penerbang yang telah berhasil menerbangkan F-5 mendapat sebutan Eagle. Eagle 00 digunakan oleh Komandan Skadron Udara 14 yang sedang menjabat, sehingga sebutan ini bisa digunakan bergantian. Sedangkan nomor Eagle 01, 02 dan seterusnya disandang berdasarkan urutan. Dalam hal ini Letkol Pnb Holki B.K menyandang sebutan Eagle 01, Mayor Pnb Budihardjo Surono (Eagle 02), dan Kapten Pnb Zeky Ambadar (Eagle 03). Urutan ini terus berlanjut seiring bertambahnya lagi ‘Eagle-eagle’ baru di Skadron Udara 14.
RONI SONTANI