ANGKASAREVIEW.COM – Untuk melaksanakan misi SAR melaui udara, Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) tak hanya mengangandalkan wahana berupa helikopter berawak saja. Melainkan juga, mulai mengandalkan helikopter nirawak yang bisa dioperasikan di manapun baik dari darat atau dari atas dek kapal.
Helikopter berawak memang cocok untuk melaksanakan misi SAR, tapi kadang kinerjanya terhalang oleh faktor cuaca yang kurang bersahabat. Apalagi bila harus beroperasi dari pangkalan aju yang jauh dengan titik lokasi pencarian dan penyelamatan. Riskan bila dipaksa beroperasi dan bila tertunda juga akan banyak membuang waktu.
Nah, untuk mengatasai kendala alam yang tak bersahabat ini, peran heli drone dapat diandalkan terutama untuk melakukan misi pencarian di daerah pegunungan atau rimba dan akan lebih efektif bila titik carinya telah teridentifikasi.
Ibarat penyambung mata awak di darat, drone bisa melacak keberadaan korban di medan yang sulit dijangkau oleh Tim Pendahulu. Dan untuk mewujudkan satuan heli tak berawak ini Basarnas menjatuhkan pilihannya pada produk SDO 50V2 yang mulai didatangkan tahun 2015 sebanyak empat unit.
Belum lama berdinas, drone sayap putar buatan Swiss Drone Operating AG (SDO) ini pun mulai menjalankan misi sebenarnya untuk kali pertama pada pertengahan bulan Juni 2016. Digunakan Tim Basarnas untuk mencari Lionel Du Creaux, pendaki yang hilang di kawasan Kalimati, Gunung Semeru, yang kebetulan juga berkewarganegaraan Swiss.
Drone diterbangkan dari lapangan Ranu Pane Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang untuk membantu proses pencarian via udara pada kawasan yang belum tersapu oleh tim darat. Namun sayang aksi pertama SDO 50V2 ini nihil melacak keberadaan pendaki berusia 26 tahun tersebut meski telah dioperasikan secara maksimal selama 4 hari.
Teknologi Intermeshing Rotors
SDO 50V2 dikembangkan oleh SDO tahun 2012 melalui kemitraan dengan weControl perusahaan pengembang avionik juga dari Swiss yang menyediakan sistem sensor kontrol penerbangan autopilot maupun stasiun kontrol darat bernama wePilot 3000.
weControl menggabungkan receiver card NovAtel OEM615 dikonfigurasi dengan GPS dan GLONASS ke sistem autopilot-nya. Sistem autopilot yang terintegrasi ini memungkinkan SDO 50V2 mengambil posisi tinggal landas dan mendarat serta pola penerbangan otonom mengikuti lintasan yang telah ditetapkan.
Drone heli yang memiliki sebutan resmi Dragon ini dilengkapi dengan teknologi intermeshing rotors (sistem rotor ganda) yang juga dikenal sebagai synchropter. Masing-masing dilengkapi dua bilah baling-baling yang berputar berlawanan arah. Dengan sistem ini rotor ekor tak lagi diperlukan.
Hal ini menghasilkan rasio yang lebih tinggi berat kosong untuk muatan dibandingkan dengan drone bersistem rotor konvensional. Dengan kata lain, SDO 50V2 mampu mengangkat bobot lebih besar dari berat kosong pesawat itu sendiri dimana berat kosongnya 36 kg dan payload mencapai 50 kg.
Drone Naga Swiss ini ditenagai mesin turbin jet Jakadofsky yang mengonsumsi bahan bakar avtur dan bisa dibesut dengan kecepatan 15 m/detik atau 72 km/jam. Tangki utama menampung 13 liter untuk durasi penerbangan selama 50 menit dengan ketinggian maksimum 3.048 meter.
Spesifikasi SDO 50V2:
Panjang : 232 cm. Lebar : 70 cm. Tinggi : 98 cm. Diameter rotor : 280 cm. Berat kosong : 36 kg. Payload : 50 kg. MTOW : 86 kg. Sistim rotor : intermeshing rotors. Mesin : Jakadofsky Turbine Jet Engine. Kecepatan maks. : 15 m/detik. Ketinggian maks : 3.048 m. Kapasitas bbm : 13 liter. Endurance : 50 menit
Namun demikian, lama terbang SDO 50V2 juga tergantung cuaca karena drone ini tidak waterproof sehingga tidak bisa dioperasikan dalam kondisi hujan maupun kabut tebal. Untuk memperjauh jarak jangkauannya tersedia dua tabung tangki ekstra yang menempel di badan dengan kapasitas pilihan 2×4, 2×7, atau 2×13 liter.
Memiliki panjang total 232 cm, lebar 70 cm, tinggi 98 cm dan diameter rotor selebar 280 cm. Dimensinya yang tak terlalu besar ini menjadikannya mudah diangkut menggunakan kendaraan pick-up dan lebih aman lagi bila menggunakan truk boks atau minibus ukuran ¾.
Untuk mengoperasikannya dibutuhkan dua awak yakni pilot dan seorang awak darat yang bertugas menyiapkannya. Dibutuhkan waktu sekitar 15 menit lamanya sebelum drone ini tinggal landas. Tentang pilot, Basarnas sendiri saat ini telah memiliki enam orang pilot dari BSG (Basarnas Special Group).
Sebagai penyambung mata awak SAR di darat, SDO V502 dilengkapi gimbal day camera yang memberikan bidang pandang 63,7 derajat dan memiliki optical zoom 30 kali pembesaran. Dari segi operasionalnya drone SDO 50V2 bergerak dengan pola LoS (Line of Sight) yang dapat dikendalikan secara manual maupun otonom (di luar garis visual).
Pilot mengontrolnya melalui layar monitor yang tersimpan dalam wadah berbentuk koper sehingga mudah dibawa. Jangkauan terbangnya mencapai 16-25 km tergantung pilihan kapasitas bahan bakar yang dibawanya. Istimewanya, bila kehilangan sinyal drone secara otomatis akan mengarahkan dirinya sendiri kembali ke markas.
Selain telah digunakan dalam pencarian korban pendaki hilang di Gunung Semeru pada Juni 2016, drone Naga Oranye Basarnas ini juga dilibatkan dalam operasi pencarian korban banjir bandang Sungai Cimanuk, Garut pada September 2016 silam.
Memang sudah tepat bila Basarnas memiliki satuan drone SAR karena daya gunanya terlihat nyata. Kehadirannya bisa digunakan untuk mencari korban, baik yang selamat ataupun tidak dengan lebih cepat meskipun datangnya bencana tentu tak diharapkan.
RANGGA BASWARA SAWIYYA