ANGKASAREVIEW.COM – Ketua Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) Curug Capt. Novyanto Widadi, S.AP, MM didaulat memberikan kuliah umum mengenai budaya keselamatan penerbangan di Akademi Teknik dan Keselamatan Penerbangan (ATKP) Makassar, Jumat (23/3/2018).
Dikatakan, sesuai Pasal 318 UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, budaya keselamatan penerbangan adalah suatu keyakinan, pola pikir, pola sikap, dan perasaan tertentu yang mendasari dan mengarahkan tingkah laku seseorang atau organisasi untuk menciptakan keselamatan penerbangan.
“Budaya keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud tadi, perlu dibangun dalam bentuk budaya lapor (reporting culture), budaya saling mengingatkan (informed culture), budaya belajar (learning culture), dan budaya adil saling menghargai (just culture),” ujarnya.
Ditambahkan Capt. Novyanto, budaya-budaya positif menjadi faktor penting terwujudnya keselamatan penerbangan. “Antara lain budaya tahu, kita dituntut mengetahui faktor manusia, faktor teknis, organisasi, maupun lingkungan secara keseluruhan karena semua ini berperan terhadap keselamatan suatu sistem,” jelasnya.
Berita Terkait: Ketua STPI Sampaikan Pola Pengasuhan SDM Penerbangan Masa Depan di Forum IATEC 2018
Kemudian budaya luwes, lanjutnya, kita dituntut mampu beradaptasi dengan proses organisasi saat menghadapi suatu perubahan, bergeser dari model hierarki konvensional menjadi model yang lebih datar.
Budaya lapor, kita harus mau dan siap melaporkan kesalahan maupun pengalaman yang dialami. Semata-mata agar kesalahan maupun kejadian yang membahayakan tidak terulang kembali.
Budaya belajar, memiliki kemauan dan kemampuan untuk belajar dari sistem informasi keselamatan dan bersedia menerapkan perubahan yang mendasar.
“Terakhir adalah budaya adil. Ada dorongan untuk saling menghargai dalam hal pemberian informasi yang penting demi tercapainya keselamatan penerbangan,” ujar Ketua STPI.
Diuraikan pula mengenai konsep keselamatan berdasarkan ICAO Doc 9859, bahwa keselamatan (safety) adalah kondisi dimana risiko bahaya untuk orang atau kerusakan properti dapat dikurangi dan dipertahankan pada atau di bawah tingkat yang dapat diterima melalui proses berkelanjutan dalam identifikasi bahaya dan manajemen risiko.
“Sehingga dari sini diamanahkan Safety Management System (SMS), yaitu pendekatan sistematis untuk mengelola keselamatan termasuk di dalamnya struktur organisasi yang diperlukan, akuntabilitas, kebijakan, dan prosedur,” jelasnya.
SMS ini, jabar Ketua STPI, diturunkan lagi dalam empat elemen penting, yaitu kebijakan, manajemen risiko, jaminan keselamatan, dan dorongan keselamatan. (RON)