ANGKASAREVIEW.COM – Semua operator penerbangan di Indonesia harus mewaspadai dan terus mengembangkan kapasitasnya untuk mengantisipasi ledakan pertumbuhan penumpang pesawat di tanah air. Pengembangan kapasitas diperlukan agar keselamatan, keamanan dan pelayanan penerbangan kepada penumpang pesawat tetap terjaga dengan baik.
Demikian diungkapkan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso, Sabtu (3/2/2018) usai mendampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau menara ATC AirNav Indonesia dan Terminal 3 di kompleks Bandara Internasional Soekarno Hatta, Tangerang.
Kunjungan kerja yang dilakukan ke menara AirNav membahas tentang penambahan kapasitas pelayanan navigasi di tiga tempat, yakni di Jakarta (Bandara Soekarno-Hatta), Bali (Bandara Ngurah Rai) dan Papua. Sedangkan kunjungan ke Terminal 3 membicarakan tentang pembangunan landasan pacu ke 3 dan terminal 4 untuk penumpang serta cargo village untuk menambah kapasitas dan mengantisipasi lonjakan lalu lintas kargo di bandara tersebut.
Baca Juga: Bangun Bandara Wiriadinata, Ditjen Hubud Siapkan Anggaran Rp 30 Miliar
Agus memandang, dalam dua tahun belakangan ini pertumbuhan jumlah penumpang pesawat di Indonesia rata-rata mencapai 11 persen per tahun. “Jumlah itu bukan sedikit tapi merupakan angka yang besar, mengingat ledakan pertumbuhan penumpang terbesar dunia berada di kawasan Asia Pasifik, itupun hanya mencapai 9% pada tahun terakhir,” terangnya dalam rilis yang Angkasa Review terima, Senin (5/2/2018).
Dan ternyata, lanjutnya, kenaikan jumlah penumpang yang sangat tinggi itu juga merupakan trend yang terjadi diseluruh kawasan dunia. Agus menyarankan agar operator penerbangan tanah air juga harus mengantisipasinya dengan mengembangkan kapasitas infrastruktur baik untuk penerbangan domestik maupun internasional.
Agus menceritakan, saat ia menghadiri pertemuan antar Dirjen Perhubungan Udara se-Asia Pasifik beberapa waktu lalu di Beijing, China, salah satu kesimpulan pertemuan tersebut adalah harus dilakukan penambahan kapasitas baik di operator maupun regulator.
“Infrastruktur harus dikembangkan paralel dengan kebutuhan masyarakat. Dengan pertumbuhan penumpang yang tinggi berarti jumlah pesawat yang melayani juga bertambah, jumlah trafik navigasi penerbangan juga naik dan bandara makin sibuk. Jadi semua operator terlibat dan harus mengantisipasinya,” jelasnya.
Baca Juga: Ditjen Hubud dan Operator Penerbangan Berkomitmen Tingkatkan Keselamatan Penerbangan di Papua
Namun demikian, pengembangan kapasitas juga harus melalui perhitungan yang cermat antara naiknya layanan yang bisa disediakan dengan biaya yang dikeluarkan.
Ia mencontohkan, dalam pembangunan landasan pacu ke-3 di Bandara Soekarno Hatta, akan dilakukan berdekatan dengan landasan pacu ke-2 sehingga sifatnya dependent (tidak berdiri sendiri). Hal ini dilakukan untuk menekan biaya, terutama dalam hal pembebasan lahan di mana untuk hal tersebut telah menghabiskan dana Rp 4 triliun.
“Jika runway 3 dibuat independent (tidak terikat dengan runway 2), diperlukan jarak yang lebih jauh dan luas tanah 4 kali lipat dari saat ini. Tentunya biayanya juga akan bertambah besar,” ungkapnya.
Menurutnya, sistim dependent yang akan diterapkan sudah cukup meningkatkan pergerakan pesawat dari 81 pergerakan per jam saat ini menjadi nantinya 114 pergerakan per jam. “Jadi pembangunan kapasitas juga harus memperhatikan hal-hal seperti itu sehingga tidak terjadi pemborosan,” pungkas Agus. (ERY)