ANGKASAREVIEW.COM – Beredar isu yang mengatakan jika maskapai pelat merah Garuda Indonesia memotong jam istirahat para pilotnya. Pihak manajemen maskapai tidak menampik isu itu. Pihak Garuda Indonesia berdalih bahwa pemotongan jam istirahat karyawan itu dilakukan lantaran maskapai kekurangan jumlah pilot.
Pengurangan jam istirahat itu otomatis menambah jam kerja pilot. Itu menjadi salah satu hal yang diprotes Serikat Pekerja PT Garuda Indonesia Bersatu.
Triyanto Moeharsono, Direktur Operasional Garuda Indonesia mengatakan, dalam satu hari Garuda Indonesia memiliki 630-640 kali penerbangan. Sedangkan jumlah pilot yang aktif saat ini tercatat ada 1.327 orang.
Baca juga:
Garuda Indonesia Targetkan Value Group Tembus USD 3,5 Miliar di Tahun 2020
Ditanya Soal Solusi Pilot Nganggur, Ini Jawaban Ketua STPI Curug
“Karena kami kekurangan penerbang, jadi kami negosiasi, apa boleh dikurangi 1 hari (hari liburnya), misalnya dalam sebulan, tentunya ada kompensasi untuk itu,” jelasnya, Selasa (23/1/2018).
Program penambahan waktu kerja ini menurut Triyanto telah melalui diskusi dan telah disetujui juga oleh para pilot. Sejauh ini penambahan jam kerja itu tidak berpengaruh pada kinerja pilot, operasional penerangan pun berjalan lancar.
Triyanto juga mengaku bahwa Garuda Indonesia saat ini masih terus merekrut pilot-pilot baru untuk memenuhi kekurangan tersebut. Namun, butuh waktu satu tahun untuk melatih tiap pilot agar sesuai dengan standar Garuda Indonesia.
Tahun ini, menurutnya, akan ada 122 pilot baru yang bergabung. Jika kekurangan pilot sudah tercukupi, tentu jam terbang para pilot akan kembali normal.
Selain soal jam terbang, serikat pekerja Garuda Indonesia juga menuntut Kementerian BUMN untuk merestrukturisasi direksi. Ahmad Irfan, Ketua Umum Serikat Pekerja Garuda Indonesia (Sekarga) mengatakan, jumlah direksi saat ini merupakan bentuk pemborosan. Direksi saat ini berjumlah sembilan orang, sebelumnya hanya enam.
“Kami meminta Menteri BUMN dan pemegang saham Garuda untuk mengevaluasi kinerja direksi saat ini dan melakukan pergantian direksi dengan mengutamakan direksi yang profesional yang berasal dari internal Garuda,” kata Irfan seperti dikutip oleh Kantor Berita Antara.
Menurutnya, pada kuartal III 2017 lalu, kinerja keuangan Garuda Indonesia anjlok 207,5 juta Dolar AS, sehingga penambahan direksi itu tidak sesuai dengan program efisiensi yang dicanangkan perusahaan.